Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti lemahnya aspek pengawasan sejumlah institusi seperti link sbobet terpercaya yang merupakan tempat dimana kasus pelarian Joko Soegiarto Tjandra dengan sebutan lain Djoko Tjandra.
Ia menilai kinerja pengawasan di internal kepolisian dan kejaksaan nyaris tak keluar agar oknum mampu beraksi. “Kita mampu katakan bersama dengan benar-benar benar-benar gamblang bahwa pengawasan melekat dari internal instansi aparat penegak hukum, dari kepolisian dan kejaksaan, itu mampu dirasakan nyaris mati, nyaris terkubur hidup-hidup,” ujar Julius dalam diskusi daring, Rabu (5/8/2020).
Kasus surat jalur palsu
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat jalur palsu yang digunakan dalam pelariannya. “Hasil daripada gelar adalah peserta sepakat mengambil keputusan tersangka, yakni saudara JST,” ucap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2020). Djoko berhasil keluar-masuk Indonesia meski berstatus sebagai buron Bahkan, Djoko sempat mengajukan permintaan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga sebabkan e-KTP dan paspor. Diduga, surat jalur palsu tersebut yang memuluskan pelarian Djoko Tjandra keluar-masuk Indonesia. Dalam kasus tersebut, polisi telah mengambil keputusan dua tersangka lain, yakni Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo serta Anita Kolopaking.
Ia mengatakan, tidak tersedia organisasi advokat yang mengakui pengacara Djoko Tjandra waktu mengajukan PK, Anita Kolopaking, sebagai anggota. Padahal, kata Julius, untuk menjadi advokat dibutuhkan penyumpahan dari organisasi.
Ia menuturkan, tanpa penyumpahan dari organisasi, seorang advokat tak mampu dilantik di pengadilan tinggi. Menurut Julius, pengawasan yang lemah tersebut diikuti bersama dengan tidak adanya pemeriksaan lebih lanjut. “Jadi yang kita dengar hanya statement biasa, tunjukkan bukan anggota (organisasi advokat), namun apakah lantas tersedia pemeriksaan lebih detail, tersedia investigasi bersama dengan yang lain, juga berkoordinasi bersama dengan lembaga-lembaga negara?” ucap dia.
Dugaan suap mengenai penghapusan “red notice”
Djoko juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Dalam berita hangat di Indonesia kali ini, Ia berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap mengenai penghapusan red notice di Interpol atas namanya. Djoko dianggap sebagai pemberi suap. Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, Djoko mengakui telah berikan duwit demi mengurus red notice. Kendati demikian, Awi mengaku tidak mampu membeberkan nominal duwit yang dimaksud secara rinci.